Rabu, 31 Agustus 2011

Catatan tentang Metode Penelitian 1

TELAAH KRITIS TENTANG MODEL PENDEKATAN PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF
Oleh Andi Agustang 

IV.    Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif
Perbedaaan antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Guba dan Lincoln (1981: 62-82) menyajikan uraian yang cukup penjang dn mempertentangkan perbedaan peradigma kedua penelitian ini. Untuk Penelitian kuantitatif digunakan scientific paradigm (paradigma ilmiah), sedangkan penelitian kualitatif dinamakan naturalistic inquiry atau inkuiri alamiah. Adapun perbedaannya meliputi:
1.     Teknik yang digunakan
Pada dasarnya, baik teknik kuantitaitif maupun teknik kualitatif dapat digunakan bersama-sama . Namun, penekanannya diletakkan pada teknik tertentu. Paradigma ilmiah memberi tekanan pada teknik kuantitatif, sedangkan paradigma alamiah memberi tekanan pada penggunaan teknik kualitatif.
2.     Kriteria Kualitatif
Dalam menentukan penelitian yang “baik”, paradigma ilmiah sangat percaya pada kriteria Rigor, yaitu kesahihan eksternal dan internal, keandalan, dan objektivitas. Pada dasarnya, menurut Guba dan Lincoln (1981:66), penekanan pada kriteria tersebut terang membawa eksperimen pada penyusunan desain yang bagus, tetapi sering sempit cakupannya. Hal ini bersumber pada kenyataan bahwa kebanyakan eksperimen memasukkan situasi yang kurang dikenal, buatan, dan masa hidupnya singkat, dan hal itu membuat latar-tak-biasa sukar digeneralisasikan pada latar lainnya.
Sebaliknya, paradigma alamiah menggunakan kriteria relevansi. Relevansi di sini adalah signifikansi dari pribadi terhadap lingkungan kenyataannya. Usaha menemukan kepastian dan keaslian merupakan hal yang penting dalam penelitian alamiah.
3.   Sumber Teori    
Sebagian besar pengetahuan tentang perilaku sosial diarahkan pada verifikasi hipotesis yang diturunkan dari teori apriori. Kebanyakan teori yang disusun pada hakikatnya adalah deduktif dan logis dalam pengetahuan perilaku sosial. Proses penyusunan teori berputar-putar pada proses deduksi yang bisa diverifikasikan dari dunia nyata atas dasar asumsi apriori.
Cara lainnya yang lebih bermanfaat adalah menemukan teori dengan cara menariknya sejak awal dari alam, yaitu dari data yang berasal dari dunia nyata. Metode yang digunakan adalah metode menemukan dengan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis. Penyusunan teorinya dimulai dari dasar. Teori demikian akan cocok dengan situasi empiris dan penting untuk meramalkan, menerangkan, menafsirkan, dan mengaplikasikan. Jadi, teori ini memenuhi dua kriteria, yaitu meramalkan, menerangkan, dan menafsirkan.
4.   Pertanyaan tentang Kuasalitas       
Penelitian biasanya dihadapkan pada penentuan hubungan sebab-akibat jawaban terhadap pertanyaan hubungan sebab-akibat penting untuk keperluan meramalkan, kontrol di satu pihak, dan verstehan (pengertian interpretatif menganai manusia) di lain pihak. Kedua paradigma ilmiah maupun alamiah menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun dengan cara yang berbeda.
5.     Tipe Pengetahuan yang digunakan 
               Ada dua macam atau tipe pengetahuan ; yaitu :
·   Pengatahuan proposisional dan
·   Pengatahuan-yang – diketahui - bersama yang diketahui dan disepakati juga oleh subjek.
Kedua tipe pengetahuan tesebut dapat dijelaskan perbedaannya pengetahuan proporsional adalah pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa. Pengetahuan-yang-diketahui-bersama (tacit knowledge) ialah instuisi, pemahaman, atau perasaan yang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata yang dalam hal-hal tertentu diketahui oleh subjek.
Paradigma ilmiah membatasi diri pada pengetahuan demikian merupakan esensi metode untuk menyatakan proporsi secara eksplisit dalam bentuk hipotesis yang diuji untuk menentukan validitasnya. Teori-teori terdiri atas pengumpulan hipotesis semacam itu.
Sebaiknya, paradigma alamiah mengizinkan dan mendorong pengetahuan yang diketahui bersama guna dimunculkan untuk keperluan membantu pembentukan teori dari dasar maupun untuk memperbaiki komunikasi kembali kepada sumber informasi dengan cara peristilahan mereka.
6.   Pendirian
Paradigma ilmiah berpendirian reduksionis. Dalam hal ini mereka menyempitkan penelitian pada fokus yang relatif kecil dengan jalan membebankan kendala-kendala baik pada kondisi anteseden pada inkuiri (untuk keperluan mengontrol) maupun pada keluaran-keluaran.
Jadi pencari-tahu-ilmiah mempunyai pendirian ekspansionis. Mereka mencari perspektif yang akan mengarahkan pada deskripsi dan pengertian fenomena sebagai keseluruhan atau akhirnya dengan jalan menemukan sesuatu yang mencerminkan kerumitan gejala-gejala itu. Mereka memasuki lapangan, membangun dan melihat pembawaannya yang tanpa dari arah manapun titik masuknya. Setiap langkah inkuiri didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Jadi pencari-tahu-ilmiah mengambil sikap sruktur, terarah, dan tunggal, sedangkan pencari-tahu-alamiah berpendirian terbuka, menjajagi, dan kompleks.
7.   Maksud   
Paradigma ilmiah mempunyai maksud dalam usahanya menemukan pengetahuan melalui verifikasi hipotesis yang dispesifikasikan secara apriori. pencari-tahu-ilmiah, dipihak lain. Meninikberatkan upayanya pada usaha menemukan unsur-unsur atau pengetahuan yang belum ada dalam teori yang berlaku.
8.   Instrumen   
Untuk mengumpulkan data, paradigma ilmiah memanfaatkan tes tertulis (tes-pinsil-kertas) atau kuesioner atau menggunakan alat fisik lainnya seperti poligraf, dan sebagainya. Pencari-tahu-ilmiah dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpulan data. Hal itu mungkin disebabkan oleh sukarnya mengkhususkan secara tepat pada apa yang akan diteliti. Di samping itu, orang-sebagai-instrumen memiliki senjata “dapat-memutuskan”, yang secara luwes dapat digunakannya. Ia senantiasa dapat menilai keadaan dan dapat mengambil keputusan.
9.   Waktu untuk Mengumpulkan Data dan Aturan Analisis     
Pencari-tahu-ilmiah dapat menetapkan semua aturan pengumpulan dan analisis data sebelumnya. Mereka sudah mengatahui hipotesis yang akan diuji dan dapat mengembangkan instrumen yang cocok dengan variabel. Instrumen ditetapkan sebelumnya tentang ukuran terhadap ciri yang diketahui sehingga memungkinkan waktu melakukan analisis.
Paradigma alamiah sebaliknya, tidak diperkenalkan memformulasikan secara apriori. Datanya dikumpulkan serta dikategorisasi kan  dalam bentuk kasar dan diunitkan oleh peneliti/analisis. Di samping itu, pencari-tahu-ilmiah kurang bimbing oleh aturan dibandingkan dengan paradigma ilmiah. Tentu saja langkah-langkah tertentu perlu diambil untuk memastikan adanya aturan yang tidak ambigius (meragukan) dan ditetapkan secara sistematisdan seragam. Teknik demikian bermanfaat dalam hal dapat membangun atas dasar pengetahuan yang muncul.
Bagi paradigma alamiah, desain dapat disusun sebelumnya secara tidak lengkap. Apabila sudah mulai digunakan, maka desain itu lamah mulai dilengkapi dan disempurnakan. Dsain itu dapat senantiasa diubah dengan disesuaikan dengan apa yang diperoleh dan disesuaikan pula dengan pengetahuan baru yang ditemukan.
 10.  Latar                
Pencari-tahu-ilmiah bersandar pada latar laboratorium untuk keperluan mengadakan kontrol, mengelola intervensi, dan sebagainya. Sebaliknya, pencari-tahu-alamiah cenderung mengadakan penelian dalam latar alamiah. Setiap gagasan ilmiah itu dapat dilihat sebagai sisa dari suatu paradigma, parangkat atau asumsi yang eksplisit dan implisit, yang memberikan gaya dan arah.
11.  Perlakuan  
Bagi paradigma ilmiah, konsep perlakuan sangat penting. Pada setiap eksperimen, perlakuan itu harus stabil dan tidak bervariasi. Jika tidak demikian, maka sekar menentukan pengaruh yang berkaitan dengan suatu penyebab tertentu.
Untuk paradigma alamiah, konsep perlakuan tersebut asing karena perlakuan menyertakan beberapa cara manipulasi atau intervensi. Jika pun hal itu terjadi dengan mempertimbanhgkan terjadinya gejala secara alamiah, maka “perlakuan” itu merupakan penyebab yang dikehendaki untuk beberapa pengaruh yang diamati. Tentu saja mereka tidak mengharapkan adanya stabilitas karena perubahan secara berkesinambungan sebenarnya adalah esensi dari situasi nyata. Barangkali bermanfaat bagi peneliti alamiah untuk menstabilkan sebanyak mungkin situasi ketika inkuiri sedang terjadi. Jadi, bagi peneliti alamiah diperlukan lebih banyak keluwesan.
Pendekatan eksperimental dalam metode ilmiah merupakan suatu kegiatan akti para ilmuwan yang memberi gagasan-gagasan kepada para pekerjanya dalam upaya pengembangan pemehaman lebih mendalam. Kegiatan ini tidak hanya mengacu pada tehnik tertentu dalam pengumpulan data dan analisis seperti eksperimen, tetapi lebih luas pada aktifitas ilmuwan menuju kepada ide-idenya  dengan menggunakan pengumpulan data yang dianggap tepat.
12.  Satuan Kajian         
Satuan kajian bagi paradigma ilmiah adalah variabel dan semua hubungan yang dinyatakan di antara variabel. Sebaliknya, peradigma alamiah berpendirian agar satuan kajian lebih sederhana. Selain itu, mereka lebih menekankan kemurnian sistem pola yang diamati secara alamiah.
13.     Unsur-unsur Kontekstual 
Peneliti alamiah senantiasa berusaha mengontrol seluruh unsur yang mengganggu yang dapat mengaburkan unsur-unsur itu dari fenomena yang menjadi pusat perhatian atau yang mengacu pada pengaruh terhadap fenomena itu.
Peneliti alamiah bukan hanya tidak tertarik pada kontrol, melainkan malah mengundang adanya ikut campur sehingga mereka secara lebih baik dapat mengerti peristiwa dan dalam dunia nyata dan merasakan pola-pola yang ada di dalamnya. Konsep “mengandung-ikut-campur”, merupakan hal yang sangat penting bagi peneliti alamiah. Biasanya mereka tidak ingin mengetahui bagaimana suatu keutuhan yang telah bekerja secara sangat baik dalam seluruh dunia kemungkinan, tetapi dalam keadaan yang paling jelek sekalipun.
 Bersambung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.