Selasa, 30 Agustus 2011

PENDEKATAN PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF SUATU TINJAUAN KRITIS

A.  Pendahuluan
     
      Penelitian merupakan proses yang panjang. Ia berawal pada minat untuk mengetahui fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konseptualisasi, pemilihan metode penelitian yang sesuai, dan seterusnya. Hasil akhirnya, pada gilirannya melahirkan gagasan dan teori baru pula sehingga merupakan suatu proses yang tiada hentinya.  
     Pendekatan dalam penelitian merupakan metode untuk memahami sesuatu, yang dalam ilmu sosial dan humaniora adalah untuk memahami gejala-gejala sosial, gejala kehidupan kita sendiri ataupun orang lain. Pendekatan itu juga adalah upaya untuk mencari, menemukan atau memberi dukungan akan kebenaran yang relatif, yang sebagai suatu model biasanya dikenal sebagai paradigma. Selama ini dikenal dua pendekatan dalam penelitian yaitu, pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
      Pendekatan kualitatif menekankan akan pentingnya pemahaman tingkah laku menurut pola berpikir dan bertindak, karena itu paradigma  penelitiannya sarat oleh muatan alamiah atau naturalistik.Pendekatan penelitian kuantitatif dilatarbelakangi oleh pandangan positivisme yang menekankan akan pentingnya mencari fakta dan penyebab dari gejala-gejala sosial dengan kurang memperhatikan tingkah laku subyektif individu.
    Ilmu dan penelitian ini sangat erat sekali kaitannya, keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, karena ilmu mempunyai pendekatan yang disebut pendekatan ilmiah. Sedangkan penelitian itu tidak hanya melakukan deskripsi tentang sesuatu, menerangkan, tentang kondisi dasar berbagai peristiwa, menyusun teori dengan cara menyusun kaidah hubungan antar peristiwa atau membuat prediksi-estimasi-proyeksi tentang gejala yang muncul, tetapi juga melakukan tindakan guna mengendalikan peristiwa tersebut.
      Menurut Prof. Judistira (1999;19), perkembangan ilmu bukanlah semata-mata akumulasi dari gagasan atau ide, tetapi perkembangan ditentukan oleh bagaimana efektifnya ide itu dalam menciptakan kemakmuran dan memecahkan masalah manusia – yang sebaliknya memberi dorongan pada ilmu – yang menimbulkan proses bergelinding pada inti perubahan sosial di duna moderen ini. Dengan perspektif itu maka ilmu adalah berakar pada humanisme, dan mempunyai dasar yang pragmatik dalam kemampuannya untuk menghasilkan tekhnologi yang mampu memecahkan masalah manusia.
    Selanjutnya Prof. Judistira (1999;14-15) menjelaskan bahwa perkembangan ilmu-ilmu sosial selalu mengalami krisis dan sebagian krisis itu adalah dalam metodologinya, Kritik pada metodologinya yang mendasar berasal dari luar  serta dari  ilmu itu sendiri
    Kritik yang berasal dari luar masyarakat peneliti, seringkali adalah karena seseorang atau institusi berkeinginan untuk dapat menggunakan temuan penelitian dalam mendukung ataupun melegetimasikan minat tertentu  yang telah lama menjadi pusat perhatian yang diyakini keterandalannya. Akibat atau pengaruh peneliti menunjukkan adanya berbagai akibat dari proses ilmiahnya, yaitu dari akibat yang jarang direncanakan yang cenderung mencampuri upaya situasi peneliti.
      Kritik dari dalam lingkungan  peneliti dan kelompok ilmu biasanya berasal dari pendebatan mendalam di antara mereka, seperti apa dan bagaimana metoda atau pendekatan penelitian yang dianggap cocok dan tak cocok dengan hakekat masalahnya, terutama berkaitan apakah penelitian itu dapat merealisasikan tujuannya yang berhubungan dengan hakekat realitas sosial. Selain itu juga apakah penelitian itu dapat  dibuat lebih relevan kepada praktek dan pembuatan kebijakan; dan mungkin pula tentang tujuan penelitian yang demikian sederhana, apakah akan menghasilkan derajat pengetahuan tertentu berhubungan dengan politik, keperluan praktis ataukah ilmiah murni.
    Kebenaran ilmiah dibangun dari sejumlah banyak kenyataan atau fakta. Kenyataan atau fakta dalam telaah filosofis dapat dibedakan menjadi empat, yaitu kenyataan empirik sensual, kenyataan empik logik, kenyataan empirik etik, dan kenyataan empirik tarnsenden. Positivisme hanya mengakui kenyataan empirik sensual saja sebagai fakta. Bagi positivisme kenyataan empirik logik harus didukung oleh kenyataan empirik sensual. Gerakan postpositivisme berupaya memperbaiki kelemahan  positivisme. Gerakan tersebut mulai memperbaiki rasionalitasnya dengan membuat payung berupa teori yang lebih besar, agar teori-teori spsifik yang ditampilkan dapat dicarikan makna rasional yang lebih luas, disebut postpositivisme rasionalistik (Noeng Muhadjir, 2000; 5-6).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.