Selasa, 30 Agustus 2011

PENDEKATAN PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF SUATU TINJAUAN KRITIS II

B. Metodologi Penelitian dan Positivisme.

Andi Agustang (Lanjutan)

Metodologi penelitian kuantitatif dengan teknik statistiknya diakui mendominasi analisis penelitian sejak abad ke-18 sampai abad ini. Metodologi penelitian kuantitatif statistik menjadi lebih bergengsi daripada metodologi penelitian kualitatif. Lebih-lebih bila diperhatikan pula pada sejumlah kenyataan bahwa ada sementara calon ilmuwan yang menggunakan metodologi kualitatif dengan alasan dan bukti ketidakmampuannya menguasai teknik-teknik analisis statistik.
Metodologi penelitian kuantitatif statistik bersumber dari wawasan filsafat positivisme Comte, yang menolak metafisik dan teologik; atau setidak-tidaknya mendudukkan metafisik dan teologik sebagai primitif. Materialisme mekanistik-mekanistik sebagai perintis pengembangan metodologi ini mengemukakan bahwa  hukum-hukum mekanik itu inheren dalam benda itu sendiri;  ilmu dapat menyajikan gambar dunia secara lebih meyakinkan didasarkan pada penelitian empirik daripada spekulasi filosofik.
Dengan pendekatan positivisme dan metodologi penelitian kuantitatif, generalisasi dikonstruksi dari rerata keragaman individual atau rerata frekuensi dengan memantau kesalahan-kesalahan yang mungkin. Metodologi kuantitatif menuntut adanya rancangan penelitian yang menspesifikkan obyeknya secara eksplisit dieliminasikan dari obyek-obyek lain yang tidak diteliti. Tata pikir logik sesuai dengan teknik analisis yang telah dikembangkan, metodologi penelitian kuantitatif membatasi sejumlah tata pikir logik tertentu, yaitu: korelasi, kausalitas, dan interaktif; sedangkan obyek data ditata dalam tata pikir kategorisasi, interfalistik dan kontinuasi.
Bila diringkaskan, metodologi penelitian kuantitatif mulai dengan penetapan obyek studi yang spesifik, dieliminasikan dari totalitas atau konteks besarnya; sehingga eksplisit jelas obyek studinya. Disusun kerangka teori sesuai dengan obyek studi spesifiknya. Dari situ ditelorkan hipotesis atau problematik penelitian, instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta teknik analisisnya; juga rancangan metodologik lain, seperti penetapan batas signifikansi, teknik-teknik penyesuaian bila ada kekurangan atau kekeliruan dalam hal data, administrasi, analisis, dan semacamnya. Dengan kata lain semua dirancangkan masak sebelum terjun ke lapangan untuk meneliti (Noeng Muhadjir, 2000;12-13).
Menurut positivisme, ontologik realitas dapat dipecah-pecah, dapat dipelajari independen, dieliminasikan dari obyek yang lain, dan dapat dikontrol.  Karena itu salah satu konsekwensi mendasar dalam metodologi penelitiannya adalah: kerangka teori dirumuskan sespesifik mungkin, dan menolak suatu ulasan meluas yang tidak langsung relevan. Penelitian kualitatif yang menggunakan filsafat positivisme menuntut pembuatan kerangka teori seperti itu.
Dari segi epistemologik, positivisme menuntut pilahnya subyek peneliti dengan obyek penelitian (termasuk subyek pendukungnya). Maksud memilahkan subyek dari obyek agar dapat diperoleh hasil yang obyektif. Tujuan penelitian yang berlandaskan filsafat postivisme adalah menyusun bangunan ilmu nomothetik, yaitu ilmu yang berupaya membuat hukum dari generalisasinya. Kebenaran dicari lewat hubungan kausal-linier; tiada akibat tanpa sebab, dan tiada sebab tanpa akibat. Teori kebenaran yang dianut positivisme termasuk teori korespondensi, sesuatu itu benar bila ada korespondensi atau isomorphisme antara pernyataan verbal atau matematik dengan realitas empirik (yang dalam positivisme dibatasi pada empiri sensual/inderawi).
Ditinjau dari segi aksiologi, positivisme menuntut agar penelitian itu bebas nilai (value free), Mereka mengejar obyektivitas agar dapat ditampilkan prediksi atau hukum yang keberlakuannya bebas waktu dan tempat. Menurut Judistira K Garna (1999;59), positivisme menekankan  akan pentingnya mencari fakta dan penyebab dari gejala-gejala sosial dengan kurang memperhatikan tingkah laku subyektif individu yang dapat dimasukkan dalam kategori tertentu, yang dari anggapan itu tampak bahwa positivisme melatarbelakangi pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif menekankan akan pentingnya pemahaman tingkah laku menurut pola berpikir subyek kajian, karena itu paradigma alamiah atau naturalistik mewarnai pendekatan kualitatif. Positivisme ialah pandangan filosofis yang dicirikan oleh suatu evaluasi yang positif dari ilmu dan metoda ilmiah, yang dengan demikian telah memberi dampak pada etika, agama, politik, dan filsafat serta metoda ilmiah, sehingga mempersiapkan suatu rasionalitas baru untuk melaksanakan atau operasional ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.