Rabu, 31 Agustus 2011

Tentang Konsep Pembangunan

Studi Politik Ekonomi Dalam Permulaan Wacana Development

Oleh: Andi Agustang
Ketua Program Studi IPS PPS UNM Makassar

Teori development dan modernisasi yang kini menjadi the mainstream teori dan praktek perubahan sosial di Indonesia, belum  dapat menciptakan dunia yang secara mendasar lebih baik dan lebih adil (Andi Agust)

Tulisan ini mencoba mengurai hasil penyelidikan penulis secara kritis terhadap gagasan 'development', yang menjadi sumber wacana 'pembangunan' di Indoneisa. Karena itu, perhatian uraian bukan dari segi bahasa, melainkan mencoba menstudi politik ekonomi dalam permulaan wacana development, dan bagaimana development disebar-serapkan kedunia ketiga, serta hubungannya dengan wacana 'pembangunan' di Indonesia sejak pemerintahan militer Orde baru.
Developmentalisme jelas dikembangkan dalam rangka membendung pengaruh dan semangat anti Kapitalisme bagi berjuta rakyat di Dunia Ketiga. Gagasan development dimulai tahun 1940an, khususnya pada tanggal 20 Januari 1949 saat President Amerika Harry S.Truman mengumumkan kebijakan pemerintahnya, maka istilah development dan "underdevelopment" resmi menjadi doktrin kebijakan luar negeri AS.  Selain dimaksud memberi jawaban atas penolakan bangsa Dunia Ketiga yang baru merdeka atas kapitalisme, juga sebagai jawaban ideologi terhadap meningkatnya daya tarik rakyat Dunia Ketiga terhadap keberhasilan Uni Sovyet sebagai kekuatan baru ketika itu. Karena itu jelas gagasan development mulanya dilontarkan dalam kerangka 'perang dingin' untuk membendung Sosialisme di Dunia Ketiga. Tidaklah mengherankan jika banyak para penganalisa menempatkan gagasan development pada dasarnya merupakan bungkus baru dari kapitalisme.
Bagaimana pikiran development disebar luaskan kedunia ketiga?.  Para pakar ilmu sosial pada tahun 1950 an dan 1960 an, memainkan peran diskursive.  Mereka yang berafiliasi pada the Center for International Studies di Massachusetts Institute of Technology membantu membangun akademik wacana tentang development.  Dalam tahun 1968, para pakar ilmu sosial Amerika terlibat secara mendalam dalam mempengaruhi kebijakan Amerika untuk globalisasi wacana development dan modernisasi.  Pakar ilmu sosial yang diminta oleh Truman untuk melakukan  "Conference on the implementation of Title IX of the Foreign Assistance Act of 1961" dengan tugas utama  melakukan studi bagaimana kebijakan melahirkan the Foreign Assistance Act of 1966, dimana dominasi interpetasi ilmuan liberal terhadap konsep Development. Itulah masa produktif menciptakan pengetahuan dan teori development dan modernisasi. Ekonom Rostow menemukan "Growth theory."nya, dan waktu itu pula McClelland dan Inkeles menemukan teori Modernisasi. Salah satu hasil studi mereka bahwa gagasan development dan modernisasi harus menjadi pilar utama bagi kebijaksanaan program bantuan dan politik luar negeri Amerika. 
Konsep development dan modernisasi kemudian serta merta dianut oleh berjuta rakyat di Dunia Ketiga yang pada dasarnya merupakan refleksi dari paradigma Barat tentang perubahan sosial. Development, diidentikan dengan gerakan menuju 'higher modernity.'. Konsep ini mempunyai akar sejarah dan intektualitas perubahan sosial yang diasosiasikan dengan revolusi industri di Eropa.  Interpretasi konsep development sebagian besar Dunia Ketiga dipahami sebagai 'general improvement in the standard of living'.
Gagasan Development dan modernisasi menjadi program massif.  Selain menjadi doktrin politik bantuan luar negeri Amerika baik pada pemerintah Dunia Ketiga maupun LSM, juga serempak hampir di setiap universitas di Barat membuka suatu kajian baru yang dikenal dengan 'Development Studies' sebagai proses mempercepat penyebar serapan kapitalisme dipenjuru dunia. Tidak hanya itu, bahkan team ahli ilmu sosial tersebut mengajukan proposal untuk menggunakan berbagai cara mendeseminasikan ideologi 'development' dan modernisasi dengan target bangsa dunia Ketiga.
Pengetahuan Development yang diproduksi negara Barat dikrimkan ke rakyat Dunia Ketiga bukanlah pengetahuan netral, selain syarat dengan ideologi Barat juga terkandung nafsu untuk mengontrol. Melalui wacana development, dunia pertama menetapkan kontrol pada dunia ketiga, dimana dunia ketiga diberi label 'kekurangan' tentang hal yang  dapat dipenuhi oleh technology dan keahlian profesional. Dan hubungan inilah menurut Mueler disebut sebagai hubungan imperialisme (Mueller, 1987). Escobar (1984) menggunakan analisa Foucault tentang wacana terhadap pembangunan.   Wacana development selanjutnya tidak memberi legitimasi segala bentuk cara dan pengetahuan 'non-positivistic' seperti cara pertanian tradisional digusur oleh green revolution serta menghancurkan segala bentuk sosial formasi yang non-capitalistik. Seperti tradisi "gotong Royong" telah diganti oleh hubungan yang kapitalistik. Dan terkahir ide development menghancurkan segala bentuk proses politik yang dikenal doktrin modernisasi politik. Itu semua  menujukkan bahwa wacana development merupakan suatu proses pendominasian secara intellektual, politik, ideologi, ekonomi dan budaya. Demikian wacana development tersebut berkembang, dan dimasing masing negara berkembang wacana tersebut lebih dikembangkan secara mendalam lagi hingga sampai dipedesaan termasuk di Indonesia. Sehingga bagi rakyat Indonesia, gagasan pembangunan telah diterima tanpa pertanyaan.  Perdebatan hanya dilakukan dalam tingkat cara, metodologi serta teknik pelaksanaan belaka, dan bukan pada level prinsipnya.  Itulah mengapa bisa disimpulkan bahwa 'developmentalisme' dewasa ini sudah diyakini oleh sebagain besar birokrat pemerintahan, akademisi, dan bahkan aktivis LSM di Indonesia sebagai satu satunya jalan menuju masyarakat sejahtera.
 Lantas persoalannya apa ? Letak masalahnya adalah, apakah ideologi dan teori Development dan modernisasi yang kini menjadi the mainstream teori dan praktek perubahan sosial itu, sejak dalam gagasan dan konsepsi dasarnya terkandung gagasan akan terciptanya dunia yang secara mendasar lebih baik dan lebih adil? Apakah gagasan development' yang diciptakan sebagai bungkus baru dari kapitalisme yang diniatkan dalam rangka membendung pengaruh sosialisme itu mampu menghancurkan struktur ekonomi yang eksploitatif; menyingkirkan proses budaya dan pengetahuan yang dominatif, melenyapkan sistim politik yang represif, melindungi lingkungan, serta melenyapkan dominasi terhadap perempuan, sejak dari konsep dasarnya?  Inilah persoalan mendasar kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.